Share |

Monday, September 27, 2010

Pengertian Khalwat

Pengertian Khalwat
Posted on 10 September 2010 by Ken Ahmad


 Banyak orang bilang kalo laki sama perempuan itu gak boleh ber-khalwat… “Haram coy”, gitu katanya. Nah, kalo begitu apa sih pengertian khalwat? Sampe-sampe ikhwan dan akhwat terlarang melakukannya?
Makna Khalwat
Dikatakan di dalam kamus al-Muhîth:
واسْتَخْلَى المَلِكَ، فأخْلاهُ، و به، واسْتَخْلَى به، وخَلا به، و إليه، و معه، خَلْواً وخَلاءً وخَلْوَةً سألَه أن يَجْتَمِعَ به في خَلْوَةٍ فَفَعَلَ
Dia meminta berduaan dengan raja, maka raja pun menyendiri dengannya; khalâ bihi, khalâ ilayhi dan khalâ ma’ahu (mashdarnya) khalwan, khalâ’an dan khalwat[an], (maknanya adalah) memintanya untuk bertemu berduaan saja, lalu ia pun melakukannya.
Dalam mausû’ah al fiqhiyyah dinyatakan:
وَخَلاَ الرَّجُلُ بِصَاحِبِهِ وَإِلَيْهِ وَمَعَهُ خُلُوًّا وَخَلاَءً وَخَلْوَةً : انْفَرَدَ بِهِ وَاجْتَمَعَ مَعَهُ فِي خِلْوَةٍ
Khalâ ar rajulu bi shâhibihi wa ilaihi wa ma’ahu khuluwwan wa khalâan wa khalwatan: sendirian bersamanya dan berkumpul dengannya di tempat yg sunyi.

Sedangkan ungkapan نِسَاءٌ خَالِيَاتٌ maknanya adalah wanita yang tidak memiliki suami dan anak.
Penggunaan kata khalwat oleh para fuqoha tidaklah terlepas dari pengertian secara bahasa, yakni menyendiri ditempat yang tidak ada orang lain (tidak ada kontrol dari orang lain).
Hukum Khalwat
Khalwat dalam makna menyepi sendirian (satu orang) di tempat yang sunyi hukum asalnya adalah boleh (jawaz), bahkan bisa menjadi mustahab (disenangi) jika menyendiri dalam rangka berdzikir dan beribadah, sebagaimana kegemaran Muhammad SAW sebelum beliau diangkat sebagai Nabi & Rasul beliau sering berkhalwat di gua Hira’. Imam An Nawawi berkata:
الْخَلْوَةُ شَأْنُ الصَّالِحِينَ وَعِبَادِ اللَّهِ الْعَارِفِينَ
Khalwat adalah kebutuhan orang-orang shalih dan hamba-hamba Allah yg ‘ârif
Khalwat dalam makna dua orang menyendiri di suatu tempat yang sunyi hukumnya boleh bagi:
  1. Laki-laki dengan laki-laki.
  2. Perempuan dengan perempuan.
  3. Laki-laki dengan wanita yang menjadi mahramnya.
  4. Laki-laki dengan istrinya.
  5. Laki-laki dengan wanita yang bukan mahram tetapi mereka berdua di hadapan manusia yang lain pada tempat yang tidak terlindung (terhijab) dari pandangan manusia yg lain, manusia yang lain masih dapat melihat mereka namun tidak mendengar apa yg mereka berdua bicarakan, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah dengan wanita Anshar dalam hadits riwayat Imam Bukhari dari Anas ibn Malik :
جَاءَتْ امْرَأَةٌ مِنْ الانْصَارِ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَلاَ بِهَا فَقَالَ وَاللَّهِ إِنَّكُنَّ لاَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ
Telah datang seorang wanita Anshar kepada Nabi SAW Maka Nabi bersendirian (khalaa) dengan wanita itu, dan berkata,”Demi Allah Sesungguhnya kalian (wahai Anshar) merupakan orang-orang yang paling aku cintai”. (HR Bukhari No. 4833).
Dalam hadits riwayat Bukhari No. 502 disebutkan bahwa wanita tersebut membawa bayinya (وَمَعَهَا صَبِيٌّ لَهَا). Ibnu Hajar Al Asqalany menjelaskan bahwa menyendirinya Nabi bukan berarti tidak ada orang lain sama sekali, melainkan orang lain tidak mendengar apa yg dibicarakan oleh Nabi dg wanita tsb, buktinya Anas masih mendengar salah satu perkataan nabi yang menyatakan cintanya kepada kaum Anshar.
Khalwat dalam makna menyendirinya seorang pria dengan seorang wanita asing di suatu tempat yang tidak memungkinkan orang lain untuk bergabung dengan keduanya, kecuali dengan izin keduanya, para ‘ulama sepakat menyatakan hukumnya haram walaupun mereka menyendiri untuk melakukan shalat sekalipun (An Nawawi, Syarh Shahih Muslim), kecuali dalam kondisi darurat misalnya wanita asing yang tersesat yang dikhawatirkan dia akan celaka kalau ditinggalkan seorang diri, seperti kasus tertinggalnya Aisyah dari rombongan Rasulullah SAW.
Rincian Hukum Khalwat dg Wanita Asing
Yang dimaksud dengan wanita asing (ajnabiyyah) adalah wanita yang bukan istri dan bukan mahram. Yang dimaksud dg mahram adalah org yang haram menikahinya secara permanen, baik karena ikatan kerabat (saudara, ayah, dst), persusuan, atau perkawinan (mertua dst). Berarti mahramnya wanita adalah laki-laki yg haram menikahi wanita tersebut secara permanen. Hadist-hadits yang membicarakan khalwat antara lain:
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الانْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ قَالَ الْحَمْوُ الْمَوْتُ
1. “Jauhilah masuk (kerumah) wanita (sendirian)”. Maka seorang sahabat Anshar bertanya,”Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu dg laki-laki keluarga dekat suaminya(ipar)?” Rasulullah menjawab,”Laki-laki keluarga dekat suami (ipar) itu kematian (berbahaya) !” (HR. Bukhari nomor 4831, dari ‘Uqbah ibn ‘Amir).
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَخْلُوَنَّ بِامْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
2. barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir janganlah berkhalwat dg seorang wanita tanpa mahramnya (wanita tersebut) karena yg ketiga adalah syaitan (HR Ahmad No. 14124, dari Jabir bin Abdullah)
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِي خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا قَالَ ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
3. ”Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita (asing) kecuali bersama mahramnya. Maka seorang sahabat berdiri lantas berkata,”Wahai Rasulullah, bagaimana kalau isteriku sedang keluar rumah untuk berhaji sementara aku harus mengikuti perang ini atau itu”. Rasulullah menjawab,”Kembalilah dari perang dan temani isterimu berhaji.(HR. Bukhari nomor 4832, dari Ibn ‘Abbas).
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ وَلاَ تُسَافِرَنَّ امْرَأَةٌ إِلاَ وَمَعَهَا مَحْرَمٌ فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ اكْتُتِبْتُ فِي غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا وَخَرَجَتْ امْرَأَتِي حَاجَّةً قَالَ اذْهَبْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ
4. “Janganlah seorang laki-laki bersendirian bersama wanita dan janganlah seorang wanita melakukan safar (perjalanan jauh) kecuali bersama mahramnya. Maka seorang sahabat berkata,”Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ingin ikut serta dalam pasukan ini atau itu sementara isteriku ingin berhaji”. Maka Rasulullah menjawab,”Pergilah kemudian berhajilah bersama isterimu”. (HR. Bukhari nomor 2784, dari Ibn ‘Abbas)
أَلاَ لاَ يَبِيتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلاَ أَنْ يَكُونَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ 
5. “Ingatlah, Janganlah seorang laki-laki menginap bersama dengan seorang wanita janda, kecuali jika dia itu menikahinya atau mahramnya”. (HR. Muslim nomor 4063, dari Jabir)
أَنَّ نَفَرًا مِنْ بَنِي هَاشِمٍ دَخَلُوا عَلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ وَهِيَ تَحْتَهُ يَوْمَئِذٍ فَرَآهُمْ فَكَرِهَ ذَلِكَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ لَمْ أَرَ إِلاَ خَيْرًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَرَّأَهَا مِنْ ذَلِكَ ثُمَّ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ لاَ يَدْخُلَنَّ رَجُلٌ بَعْدَ يَوْمِي هَذَا عَلَى مُغِيبَةٍ إِلاَ وَمَعَهُ رَجُلٌ أَوْ اثْنَانِ
6. Sekelompok (laki-laki) Bani Hasyim menemui Asma’ binti ‘Umais (dan Asma’ sedang sendirian), maka Abu Bakr setelah itu kebetulan masuk juga ke tempat Asma’, saat itu Asma’ merupakan hamba milik Abu Bakr.. Melihat para lelaki itu, Abu Bakr jadi tidak suka. Maka Abu Bakr pun melaporkan kejadian tersebut kepada Nabi. Abu Bakr berkata,”Saya tidak melihat (mereka) kecuali (mereka berbuat) kebaikan”. Maka Rasulullah berkata,”Sesungguhnya Allah berlepas tangan dalam kejadian semacam itu”.Kemudian Rasulullah bangkit menuju mimbar dan bersabda,”Janganlah sekali-kali seorang laki-laki, sesudah hari ini, masuk menemani seorang wanita yang sedang sendirian, kecuali jika laki-laki itu ditemani seorang laki-laki lain atau ditemani dua laki-laki lain”. (HR Muslim, nomor 4039, dari Abdullah ibn’Amr ibn al-‘Ash)
Dari hadits-hadits tersebut diatas, akan ada pertentangan kalau difahami masing-masing secara terpisah. Dapat dipahami dari hadits 1 bahwa kalau ada 3 orang yang berkumpul maka boleh, tanpa syarat harus mahram, namun dari hadits no 2, 3, 4, 5, dan 6, banyak orang yang berkumpul tidak otomatis menjadikan hukumnya boleh, namun disyaratkan harus ada laki-laki yang menjadi mahram wanita (salah satu wanita) tersebut. Oleh sebab itu sepertinya bukan kapasitas saya untuk berijtihad dalam hal ini, saya hanya akan menyampaikan beberapa pendapat ‘ulama berkaitan dengan hal ini.
Para fuqaha (ahli fiqh) sepakat bahwa haram berkhalwat seorang lelaki dan seorang wanita asing (jadi jumlah orangnya hanya dua orang). Namun mereka berbeda pendapat kalau jumlah orangnya lebih dari 2, yakni:
1. Para ‘Ulama Madzhab Syafi’i:
a. Imamul Haramain : satu laki laki dg dua wanita atau lebih, wanitanya tanpa mahram maka hukumnya haram menyendiri dengan mereka. Jika salah satu wanita tersebut adalah mahram bagi laki-laki tersebut maka boleh hukumnya. Begitu juga jika satu wanita dengan 2 atau lebih laki-laki, dan salah satu laki-laki adalah mahram wanita tsb maka boleh hukumnya. Intinya dalam semua kasus khalwat baik satu laki-laki dg banyak wanita, satu wanita dengan banyak lelaki, atau banyak wanita dengan banyak lelaki, salah satu wanita yang berkhalwat haruslah bersama mahramnya.
b. As Syafi’i menulis bahwa tidak boleh seorang lelaki shalat bersama seorang wanita kecuali wanita tsb bersama mahramnya, juga tidak boleh seorang lelaki dengan banyak wanita menyendiri tanpa ada mahram dari salah satu wanita. Dari Al Qoffal juga dinyatakan seperti pendapat Imam Al Haramain.
c. Penulis kitab Al Majmu’ (Imam An Nawawi) membolehkan seorang lelaki berkhalwat dengan banyak wanita tanpa mahram, namun mengharamkan banyak lelaki berkhalwat dengan satu wanita tanpa mahram, dan dikatakan juga jika mereka (para lelaki) aman dari berbuat keji maka boleh. Hal ini juga disebut dalam kitab Hasyiyah Al Jamal.
2. Ulama Madzhab Hanafi : Boleh berkhalwat jika ada pihak ketiga (jumlah totalnya minimal 3 orang), baik orang ke-3 tersebut mahram bagi laki-laki, maupun wanita yang tsiqot (yang bisa dipercaya) yang bukan mahram.
3. Ulama Madzhab Maliki : Makruh hukumnya satu laki-laki shalat dg banyak wanita, dan juga sebaliknya, walaupun ada mahramnya.
4. Ulama Madzhab Hanbali: Haram berkhalwat satu laki-laki dengan banyak wanita atau satu wanita dengan banyak lelaki (yang wanitanya tanpa mahram).
Khalwat dengan Tunangan
Para ulama telah sepakat bahwa tunangan (wanita yang telah di khitbah—belum nikah) hukumnya seperti wanita asing, sehingga haram berduaan dengannya.
Khalwat Untuk Pengobatan
Haram hukumnya berkhalwat dengan wanita walaupun untuk pengobatan walaupun darurat. Boleh pengobatan selama wanita tadi bersama mahramnya, suaminya atau wanita yang tsiqot yang bisa menemaninya, ini pendapat Syafi’iyyah, Malikiyyah dan Hanabilah.
Khalwat Saat Walimah Pernikahan
Syafi’iyyah dan Malikiyyah mengharamkan mendatangi walimah jika terdapat khalwat yang diharamkan.
Khalwat Dengan Anak Belum Baligh
Diharamkan berkhalwat dengan anak (perempuan) yang belum baligh jika dikhawatirkan akan terjadi fitnah. As Syafi’i juga mengharamkannya walaupun anak-anaknya banyak, kecuali jika aman dari fitnah seperti di jalan raya atau di masjid.
Khalwat Dengan Mahram
Hukumnya boleh jika aman dari fitnah, akan tetapi jika dia menyimpan ‘perasaan’ dengan mahramnya maka haram.
Khalwat Dengan Istri yg telah di Cerai
Jika talak raj’i (masih bisa kembali) dalam masa ‘iddah maka hukumnya boleh, akan tetapi jika talaknya talak ba’in (talak 3) maka haram.
Demikian beberapa hukum berkaitan dengan khalwat, mudah-mudahan Allah menjaga kita dari musibah besar ini, musibah yang telah banyak meluluh-lantakkan pergaulan kaum muslimin saat ini. (M. Taufik N.T)

sumber : http://tabirjodoh.wordpress.com/2010/09/10/pengertian-khalwat/

Ta'aruf Vs TELEPHONE ( judul asli : Hukum Ta'aruf Menggunakan Telpon)


Bagaimana jika tanpa bertemu dan hanya saling mengungkapkan melalui telpon dari awalpun kami sdh niatkan utk menikah..dosakah ini..? niat kami utk membina rumah tangga.. walaupun secara fisik kami belum pernah bertemu.. namun kami jalani ini tanpa perantara.. insya Allah saat bertemu dia akan melakukan khitbah.. mhn petunjuk..
_Ukhti Indi_

ilustrasi

Mudah-mudahan Allah memberi petunjuk agar saya bisa menjawab.

Dalam Islam mengungkapkan rasa cinta kepada lawan jenis hendaklah dilakukan pada proses khitbah (meminang) atau pada saat akhwat menawarkan diri untuk dipinang. Timbulnya rasa cinta itu mungkin kita telah menelaah sebelumnya org yang bersangkutan... penelaahan dalam rangka mencari pasangan ini adalah proses ta'aruf. Hendaklah kita suka terhadap wanita karena lima hal (gadis, subur, sholehah, cantik dan berasal dari keturanan yg baik). Bagi wanita hendaklah mencintai lelaki yang bertakwa.

Itulah proses ta'aruf. Artinya adalah upaya untuk mengenal lebih dalam calon isteri/suami, dengan tujuan mengetahui apakah ia mempunyai sifat-sifat ideal yang ditunjukkan syara’. proses mengenal hakikatnya adalah boleh (mubah) secara syar’i. Namun disyaratkan bahwa cara yang dilakukan tidak bertentangan dengan syara’. Dengan kata lain, tidak boleh dilakukan dengan cara yang haram.

Proses ta'aruf dalam usul fiqih dikenal dengan tahqiqul manath (pendalaman fakta) thd CALON SUAMI/ISTRI sebelum dipinang. Hukumnya mubah (boleh) menggunakan CARA dan SARANA APAPUN selama tidak bertentangan dengan syara’.

Urusan CARA dan SARANA ini diserahkan kepada keahlian manusia, ilmu dan teknologinya. Sabda-Nya "Kalian lebih mengetahui urusan-urusan dunia kalian". (HR. Muslim).

Misalnya, dalam ta'aruf kita ingin mengetahui apakah gadis tersebut (1) perawan (al-bikr), (2) subur (al-waluud), (3) beragama dengan baik (salehah) (dzaatu al-diin), (4) cantik (jamilah), (5) dari keturunan orang baik-baik/takwa (dzaatu hasab wa nasab).

Atau, kita ingin mengetahui apakah calon suami kita orang saleh/takwa. Bukan lelaki kafir (misalnya orang Kristen), lelaki murtad (seperti penganut Ahmadiyah) atau lelaki fasik (misalnya laki-laki koruptor, pemabok, penjudi, tukang zina; atau berpaham sesat misalnya aktivis Islam Liberal).

SEKARANG PERTANYAANNYA ADALAH, bagaimana kita tahu kalau seorang perempuan/laki-laki tsb betul-betul mempunyai sifat-sifat tersebut?

UNTUK WANITA: 1) Perawan atau tidak. CARANYA: tanya kawan dekatnya, menanyakan langsung atau melalui pemeriksaan medis. cara menanyakan langsung bisa melalui telpon atau secara berhadapan ditemani mahrom. 2. Kesuburan. CARANYA: mencari tahu tingkat kesuburan ibunya, bibi-bibinya, saudara-saudara perempuannya. Tapi HARAM jika ingin membuktikan dengan jima' langsung hingga ia hamil. Ini sih namanya doyan.... 3. Sholehah atau tidak. CARANYA: mengamati perilakunya sehari-hari, bertanya ke sahabantnya, dll. 4. Cantik atau tidak. Bisa melihat secara langsung, baik dg sepengetahuan sang wanita ataupun tdk (ada hadistnya). Mungkin skrg bisa dilihat fotonya di internet, yg tidak mungkin bs dilakukan di zaman dahulu. 5. Keturunannya. apakah keturan baik-baik atau tidak, silahkan dicari dg cara dan sarana yg tidak melanggar syara. Kelima point di ats juga bisa ditanyakan langsung baik melalui telpon atau bertemu dg ditemani mahrom.

BEGITU JUGA DENGAN LELAKI, apakah ia seorang yg SHOLEH, kafir atau fasik?

Caranya sama... sesuai dengan sarana dan cara yang dibebaskann asal tidak melanggr hkm syara.

Nah, Telpon adalah sarana yang digunaakn untuk tahqidul manath (pendalaman fakta) seperti pada pint-point di atas. Boleh digunakan.

Tapi ingat, SEKALI LAGI, telpon digunakan untuk tujuan pada point-point di atas.

Selebihnya... jika untuk bersenang-senang dan menikmati canda tawa serta sensasi-sensasi saat melakukan komunikasi di telpon..ini akan jatuh pada MENDEKATI ZINA... komunikasilah seperlunya untuk PENDALAMAN FAKTA bukan untuk BERMAIN-MAIN atau BERSENANG-SENANG.

Rasulullah bersabda: “Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah berbicara, tangan zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau mendustakan.” (HR Abu Hurairah)

Oleh karena itu, Telpon sebagai wasilah yang asalnya boleh digunakan, jika menghantarkan pada keharaman, hukumnya MENJADI HAROM? Sekali lagi HUKUM MENGGUNAKAN TELPON MENJADI HARAM.

sesuai kaidah usul fikih: wasilah yang dapat menghantarkan pada keharoman, hukumnya harom.

Wallahu A'alam.
(ken Ahmad)
dikutip : http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=132960766728873&id=127037997314310

Hikmah dan Pentingnya Tidur Siang

Hikmah dan Pentingnya Tidur Siang
Selasa, 20 Juli 10


Tidur adalah salah satu dari bukti kebesaran Sang Pencipta Tabaraka Wata’ala. Namun, mengapakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kita untuk tidur sebentar di siang hari? Adakah hikmah secara ilmiyah yang terkandung dalam hal tersebut?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan kita untuk tidur sebentar di siang hari. Beliau bersabda :
قيلوا فإن الشياطين لا تقيل
“Lakukanlah Qailulah (tidur siang), karena sesungguhnya syetan itu tidak melakukan qailulah” (HR. Ath-Thabrani)

Penelitian ilmiyah yang baru telah menunjukkan bahwa tidur siangnya seseorang waktu kerja bisa mengurangi resiko masalah jantung yang berbahaya, dan mungkin fatal. Para peneliti mengatakan bahwa tidur siang (qailulah) di tempat kerja bermanfaat bagi jantung, karena bisa mengurangi stress dan goncangan jiwa, dimana pekerjaan adalah merupakan sumber utama stres.

Pada penelitian yang lain, para ilmuwan menekankan bahwa tidur siang sangatlah penting, agar seseorang bisa mengganti yang kurang dari tidur malamnya. Tidur malam tidaklah cukup dan terkadang bisa berbahaya kalau waktunya terlalu lama.

Oleh karena itu para dokter menyarankan untuk bangun malam disertai dengan melakukan sedikit kegiatan dan agar tidak tidur dengan waktu yang lama, karena itu bisa membahayakan jantung.

Marilah kita renungkan hikmah Nabi yang indah dalam hal tidur siang ini dan renungkanlah ayat yang mulia berikut ini yang telah mengabarkan kepada kita tentang bukti kebesaran Allah pada tidur di malam dan siang hari. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :

وَمِنْ آَيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan” (Ar-Ruum :23)
Wallahu A’lam

(Diterjemahkan dari tulisan Abdud Da’im al-Kahil di situs www.kaheel7.com, diposting oleh Abu Maryam Abdusshomad) 
Share |